Pasca terbitnya UU No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya menyebutkan bahwa
urusan penyelenggaraan penyuluhan kelautan dan perikanan menjadi kewenangan
pemerintah pusat, menjadi sebuah angin segar bagi penyelenggaraan penyuluhan terutama oleh
penyuluh perikanan itu sendiri. Sebab, selama ini penyelenggaran
penyuluhan kelautan dan perikanan yang berlangsung di daerah, ibarat urusan
yang di nomor sekiankan. Sesuatu yang bisa disebut tidak penting. Ditambah
lagi dengan embel-embel otonomi daerah, dimana hampir di setiap daerah
mengutamakan pembangunan infastruktur dan peningkatan produksi.
Bahwa jika pembangunan jalan
raya dan gedung-gedung tidak terlihat nyata, maka dikatakanlah tidak terjadi
pembangunan. Atau jika produksi kelautan dan perikanan menurun, sibuklah dengan
penyediaan sarpras yang diharapkan dapat meningkatkan produksi di sektor
tersebut. Akan
tetapi kemudian melupakan satu hal kecil yang sangat urgen (sesungguhnya,
red). Yaitu, bagaimana menata pola pikir, sikap dan pengetahuan para pelaku
dilapangan (pelaku utama dan pelaku usaha). Inilah peran penyelenggaraan penyuluhan.
Penyuluh seringkali disebut
sebagai “ujung tombak” dalam pengembangan dan keberhasilan sektor kelautan dan
perikanan khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Sehingga Provinsi Kepulauan
Riau mendukung program penyuluhan tersebut dengan merekrut sebanyak 66 Orang
Tenaga Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) daerah.
Akan tetapi apakah penyuluh
perikanan yang merupakan “ujung tombak”. Maknanya adalah bahwa
tombak yang baik memiliki mata tombak yang tajam, artinya setiap penyuluh
perikanan harus jeli dalam melihat kondisi sekitarnya, terutama kondisi pelaku
utama perikanan yang merupakan sasaran penyuluhannya.
Kejeliannya akan menghasilkan
sebuah identifikasi masalah yang baik, untuk selanjutnya mampu memecahkan
masalah yang dihadapi oleh pelaku utama perikanan. Selain
memiliki mata tombak yang tajam, sebuah tombak yang baik, idealnya memiliki
tangkai yang kokoh yang dapat dilempar tanpa patah ketika terbentur benda
lain. Mata tombak dan tangkainya dianalogkan sebagai seorang penyuluh
perikanan. Bahwa selain memiliki ketajaman intelektual, penyuluh perikanan juga
seharusnya memiliki mental baja, sebab tidak dipungkiri area tugas penyuluh
perikanan tidak mudah.
Jika sebuah tombak yang utuh
diasumsikan sebagai seorang penyuluh perikanan, maka harus ada seseorang yang
akan memegang tombak tersebut untuk selanjutnya melemparkannya menuju
sasaran. Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup
Pemerintah yang mendukung pengembangan sektor Kelautan dan Perikanan tersebut
dalam hal ini berjenjang dari Pemerintah Kabupaten-Kota/ Dinas KP di masing-masing Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi/ Dinas KP Provinsi Kepulauan Riau, Pusat Penyuluhan/BPSDMKP KKP RI.
Jika menelaah makna kata
“berdaulat”, yang berarti berkuasa, berjaya, berhak ataupun otonom, maka ketika
kedaulatan kelautan dan perikanan itu telah dikendalikan oleh PEMERINTAH PUSAT dan
PEMERINTAH DAERAH secara bersinergi, tentunya penyelenggaraan penyuluhan
kelautan dan perikanan, bukan lagi dipandang sebagai kegiatan yang di nomor
sekiankan lagi.
Redaction Santoz Coral
Penyuluh Perikanan Pertama
Provinsi Kepulauan Riau
Kontributor With:
Mirnawati Firdaus Penyuluh
Perikanan Muda
Provinsi Sulawesi Tenggara
Daftar
Pustaka
Yusni, I.S., (2015). Menggali
Potensi Sumberdaya Laut Indonesia. Makalah. USU Medan.
http://www.kompasiana.com/robin_kfc/sumber-daya-perikanan-sebagai-tulang-punggung-perekonomian-indonesia_55111a3b8133116b41bc5feb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar