Selasa, 12 April 2016

Penantian Panjang Penyuluh Perikanan demi terselenggaranya Penyuluhan Kelautan dan Perikanan yang Berdaulat di Provinsi Kepulauan Riau

Pasca terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya menyebutkan bahwa urusan penyelenggaraan penyuluhan kelautan dan perikanan menjadi kewenangan pemerintah pusat,  menjadi sebuah angin segar bagi penyelenggaraan penyuluhan terutama oleh penyuluh perikanan itu sendiri.  Sebab, selama ini penyelenggaran penyuluhan kelautan dan perikanan yang berlangsung di daerah, ibarat urusan yang di nomor sekiankan.  Sesuatu yang bisa disebut tidak penting.  Ditambah lagi dengan embel-embel otonomi daerah, dimana hampir di setiap daerah mengutamakan pembangunan infastruktur dan peningkatan produksi.
Bahwa jika pembangunan jalan raya dan gedung-gedung tidak terlihat nyata, maka dikatakanlah tidak terjadi pembangunan.  Atau jika produksi kelautan dan perikanan menurun, sibuklah dengan penyediaan sarpras yang diharapkan dapat meningkatkan produksi di sektor tersebut.  Akan tetapi kemudian melupakan satu hal kecil yang sangat urgen (sesungguhnya, red).  Yaitu, bagaimana menata pola pikir, sikap dan pengetahuan para pelaku dilapangan (pelaku utama dan pelaku usaha).  Inilah peran penyelenggaraan penyuluhan.
Penyuluh seringkali disebut sebagai “ujung tombak” dalam pengembangan dan keberhasilan sektor kelautan dan perikanan khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Sehingga Provinsi Kepulauan Riau mendukung program penyuluhan tersebut dengan merekrut sebanyak 66 Orang Tenaga Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) daerah.
Akan tetapi apakah penyuluh perikanan yang merupakan “ujung tombak”.   Maknanya adalah bahwa tombak yang baik memiliki mata tombak yang tajam, artinya setiap penyuluh perikanan harus jeli dalam melihat kondisi sekitarnya, terutama kondisi pelaku utama perikanan yang merupakan sasaran penyuluhannya.
Kejeliannya akan menghasilkan sebuah identifikasi masalah yang baik, untuk selanjutnya mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pelaku utama perikanan.  Selain memiliki mata tombak yang tajam, sebuah tombak yang baik, idealnya memiliki tangkai yang kokoh yang dapat dilempar tanpa patah ketika terbentur benda lain.  Mata tombak dan tangkainya dianalogkan sebagai seorang penyuluh perikanan.  Bahwa selain memiliki ketajaman intelektual, penyuluh perikanan juga seharusnya memiliki mental baja, sebab tidak dipungkiri area tugas penyuluh perikanan tidak mudah.
Jika sebuah tombak yang utuh diasumsikan sebagai seorang penyuluh perikanan, maka harus ada seseorang yang akan memegang tombak tersebut untuk selanjutnya melemparkannya menuju sasaran.  Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup Pemerintah yang mendukung pengembangan sektor Kelautan dan Perikanan tersebut dalam hal ini berjenjang dari Pemerintah Kabupaten-Kota/ Dinas KP di masing-masing Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi/ Dinas KP Provinsi Kepulauan Riau, Pusat Penyuluhan/BPSDMKP KKP RI.
Jika menelaah makna kata “berdaulat”, yang berarti berkuasa, berjaya, berhak ataupun otonom, maka ketika kedaulatan kelautan dan perikanan itu telah dikendalikan oleh PEMERINTAH PUSAT dan PEMERINTAH DAERAH secara bersinergi, tentunya penyelenggaraan penyuluhan kelautan dan perikanan, bukan lagi dipandang sebagai kegiatan yang di nomor sekiankan lagi.

Redaction Santoz Coral Penyuluh Perikanan Pertama
Provinsi Kepulauan Riau

Kontributor With:
Mirnawati Firdaus Penyuluh Perikanan Muda
Provinsi Sulawesi Tenggara

Daftar Pustaka
Yusni, I.S.,  (2015).  Menggali Potensi Sumberdaya Laut Indonesia.  Makalah. USU Medan.

http://www.kompasiana.com/robin_kfc/sumber-daya-perikanan-sebagai-tulang-punggung-perekonomian-indonesia_55111a3b8133116b41bc5feb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar